Sebelum abad VI dan VII
sesudah Masehi pulau (Papua) yang terbesar kedua di dunia ini masih
belum dikenal oleh dunia. Dunia hanya mengenalnya sebagai sebuah
daratan yang tak dikenal (Pigay, 2000:93). Papua dikenal oleh bangsa
luar setelah abab VI dan VII sesudah Masehi melalui perdagangan dan
pelayaran para pedagang Persia dan Gujarat serta pedagang-pedagang
India.
Ketika mereka melihat pulau itu menyebutnya dengan Dwi
Panta dan juga Samudranta yang artinya Ujung Samudra atau Ujung Lautan.
Dua abad kemudian (abad VIII) para pelaut dan pedagang Cina melakukan
transaksi dagang. Mereka membeli burung Nuri, Kakaktua, dan
burung-burung kuning dengan cara barter berupa Piring, Bangkok
Porselin, dan benda-benda lain. Tempat asal rempah-rempah ini oleh
pedagang Cina diberi nama Tungki.
Awal abad XVI Masehi
(1500-1800) Antonio d’Abrau (d’Arbreu) 1511 dan Francesco Serano 1521
menyebut wilayah besar itu dengan nama “Os Papuas” atau Ilha de Papo Ia.
Tahun 1526-1527, Don Jorge de Menetes juga dari Portugis
menamakannnya Papua. Nama Papua diketahui dalam catatan harian Antonio
Figafetta juru tulis pelayaran Magelhaens yang mengelilingi dunia.
Nama
Papua diketahui saat ia singgah di Tidore dan saat itulah nama Papua
lebih dikenal di seluruh dunia. Dalam bahasa Tidore Papo ua artinya
tidak bergabung. Pelaut Spanyol Alvaro de Savedra yang tidak bersamaan
dengan pelayaran Magelhaens ketika menancapkan jangkar kapalnya di
pantau Utara Papua tahun 1528, ia menamai pulau itu Isla del Ora atau
Island of Gold yang artinya pulau emas. Pelaut Spanyol lain, Ini Go
Oertis de Retes memberikan nama Nueva Guinea (Nova Guinea, bahasa
latinnya atau Netherland Nieuw Guinea, diberikan oleh orang Belanda). Ia
memberikan nama itu setelah ia melihat penduduknya mirip dengan
penduduk Guinea di Afrika Barat (sebuah Negara bekas jajahan Portugis).
Nama
Papua dipertahankan hampir dua abad lamanya baru kemudian muncul Nieuw
Guinea. Pada abad ke-19 kedua nama ini dikenal secara luas. Nama Nieuw
Guinea terkenal sejak abd ke-16 setelah tampak di peta dunia (dipakai
oleh dunia luar terutama Negara-negara Eropa). Pada tahun 1940-an di
kampung Harapan Holandia (sekarang Jayapura) beberapa dewan suku (Frans
Kasiepo, Corinus Krey,Yan Waromi) dari sekolah pemerintahan yang
didirikan oleh Residen JP Van Eechoud dalam rangka mewujudkan
“Papuanisasi” memunculkan ide pergantian nama Papua atau Nieuw Nuinea.
Ide
tersebut terwujud pada pertemuan kedua di Ifar Gunung Holandia. Mereka
memilih sebuah nama yang berasal dari Biak dan nama tersebut diambil
dari sebuah mitos Mansren Koreri, yaitu Irian. Dalam bahasa Biak Iri
artinya tanah dan An artinya panas, jadi Irian berarti tanah panas
(Pigay, 2000:96). Namun menurut Koentjaraningrat (1994) Irian (Iryan)
berarti “sinar matahari yang menghalau kabut di laut”, sehingga ada
harapan bagi para nelayan Biak untuk mencapai tanah dataran seberangnya.
Pada tanggal 16 Juli 1946 nama Irian disosialisasikan di
konferensi Malino oleh Frans Kasiepo melalui pidatonya mewakili Papua.
Selanjutnya nama Irian dipolitisir lewat para pejuang Merah Putih
seperti Marthen Indey, Silas Papare, dan para Digulis lainya pada masa
perjuangan perebutan Papua dari tangan Belanda untuk Ikut Republik Anti
Netherland (IRIAN), Muhamad Yamin melalui Pigay, (2000:97), padahal
bangsa Papua tidak pernah membenci bangsa manapun.
Nama
tersebut tidak terkenal di seluruh dunia sekalipun sudah sekian lama
dicetuskan oleh para pembela Merah Putih. Sepanjang Konferensi Meja
Bundar hingga penyerahan Papua tetap masih menggunakan West Nieuw
Guinea. Nama Irian secara umum digunakan setelah 1 Mei 1963 dengan
sebutan Irian Barat.
Pada tanggal 1 Meret 1973 sesuai dengan
peraturan No. 5 tahun 1973 nama Irian Barat resmi diganti oleh Presiden
Soeharto dengan nama Irian Jaya. Pergantian tersebut dilakukan
bersamaan dengan peresmian eksplorasi PT Freeport yang telah masuk ke
Erstberg jauh sebelum UU PMA Nomor 1 tahun 1967 itu disahkan (sebelum
Papua sah menjadi bagian dari Indonesia melalui PEPERA 1969).
Dalam
perjalanan sejarah selanjutnya dengan berjalannya waktu, masyarakat
Papua mulai memahami bahwa nama-nama tersebut menunjukkan sebuah nama
yang bermuatan politik. Masyarakat Papua mulai menyadari bahwa nama-nama
tersebut bukan berarti konstan dan abadi. Mereka terus mencari sebutan
yang benar-benar menunjukkan identitas Papua yang rasional bukan
politis. Dengan berjalannya waktu, masyarakat Papua menyadari bahwa
nama Papua adalah sebuah nama yang menunjuk pada identitas orang Papua.
Namun, antara tahun 1973-2000 nama Papua dilarang digunakan di Papua.
Orang yang menggunakannya dianggap Organisasai Papua Merdeka (OPM)
sehingga dibunuh atau dipenjara.
Setelah melalui masa-masa
refresif (tahun 1973-2000), akhirnya pada tanggal 26 Desember 2001
Presiden Abdulrahman Wahid memberikan hadiah Natal menggantikan nama
Irian Jaya menjadi Papua perjuangan rakyat Papua. Namun, hingga saat
ini, orang Papua merasa pas menyebut pulau cenderawasih itu dengan,
Papua Barat/West Papua. Tidak tahu, kapan dia akan berganti menjadi West
Papua secara resmi? Kita tunggu para pengukir sejarah bangsa!
Tidak ada komentar:
Posting Komentar